
Langit di atasmu berubah kelabu. Tak terlihat lagi garis-garis keperakan yang membentuk pola awan di langit. Orang-orang bergegas untuk berteduh, bahkan burung-burung di angkasa tak mau kehujanan. Namun kau termangu dalam hening absolut di depan rumahmu, menolak perlindungan yang ditawarkan di dalam sana.
Suara rintik hujan yang jatuh bebas ke bumi secara massal menjadi satu-satunya bunyi yang dapat terdengar. Rambutmu yang panjang terawat basah. Baju seragam putih-abu yang kau kenakan juga basah. Terus kau dihujami butiran air, dan kau tak peduli.
Kau terlihat bahagia, dan kau tertawa. Tertawa karena langit telah menangis. Bahagia karena langit telah menangis bersamamu. Deru hujan tambah menjadi-jadi, seolah berteriak. Sedih yang dirasakan tumpah ruah saat itu juga tanpa bersisa. Sedih, seperti tawamu yang penuh duka.
Faktanya, langit menangis hampir setiap hari. Setelah selesai tertawa, kau akhirnya menyadari satu hal.
Langit menangisi hidupmu, bukan menangis bersamamu.
...kembali kau tertawa. Kali ini sambil terisak.
No comments:
Post a Comment
Free to give comment, people.