Cute Ghost Boo it's always raining in my world: October 2011


Monday, October 31, 2011

Go Green!

Meragu, Merayu

Surya tenggelam, dan kau masih meragu
Batinmu menjerit, namun kau tetap termangu kaku tak bergeming
Ragu masih menggerogoti ketetapan hatimu
Jangan menipu, sudah luluh lantak tembok pertahananmu
Serapuh daun kering dirimu, yang jatuh tak berdaya disambut angin

Kenapa tak kau ikuti saja kata-kata orang? Kenapa tak kau pergi saja?
Lari saja kau dari kenyataan. Bawa pergi semua keraguanmu dari hadapanku
Kesetiaanmu tak teguh. Angin telah membawamu jauh
Bersenandung mereka di balik nestapa. Kau takkan tahu
Jangan goyah hatimu. Jangan berubah
Namun kau masih terus meragu
Goyah keyakinanmu padaku; pada kita

Jangan menyerah. Jangan menyerah padaku.
Biar kita berdiam dalam keabadian, biar akhir tak pernah datang
Namun, berapa lamakah selamanya itu?
Jangan meragu. Sebab masih tegap aku di sini
Hingga esok hari
Hingga aku hilang
Hingga tak mampu inderamu menangkapku

Lucas dan Noemie, dua tokoh yang nasibnya selalu naas di tangan sutradara-sutradara gadungan di kelas saya.

‘I found her,’ he whispered. Lucas didn’t look away as their eyes met. Neither of them wanted to. Both of them stared knowingly and giggled like crazy, decided not to care about what people think about them. Among hundreds of vehicles in that street, they spoke in silence. The boy didn’t need to ask again, because he knew the answer for sure when he saw his silver rings in Noemie’s finger.

Tadaa~ barusan nyelesaiin satu cerpen. Ini endingnya, lagi pengen aja posting gitu satu paragraf. I'ma writer, remember? Penulis multi-fungsi yang maksudnya bisa nulis artikel, essay, cerpen, puisi, cerbung, fanfic, roman, whatever you called lah. Though poems aren't my league, at least I'm trying.

Anyways, kedua tokoh diatas, Lucas dan Noemie itu sebenarnya tokoh asli yang saya comot dari buku les bahasa prancis saya. Jadi, di dalam buku itu ada dialog bersambungnya gitu. Misalnya pas Lucas, Noemie ama Fluorent (aaah, lupa namanya sapa) pergi ke Gym ato ke pusat kota. 

Saya jadi inget, kalo pas bagian disuruh lanjutin cerita Lucas et Noemie ini aja langsung mendadak kelas saya jadi kelas sutradara. Kok bisa? Misalnya, cerita aslinya si Lucas lagi latihan dance, terus Noemie datang. Trus cerita berhenti di situ, terus kita-kita disuruh lanjutin ceritanya pake bahasa sendiri. Pasti nanti jadinya ngawur. 

Itu. Pasti. Lucas tiba-tiba ngajak dinner bareng lah, Noemienya tiba-tiba pingsan terus pas bangun dia amnesia lah, Lucas ketangkep basah pake rok cewek lah, Noemie terus nyeret Lucas buat beli es krim di cafetaria lah, pokoknya ceritanya itu dibuat se-enggak waras mungkin sama temen-temen saya (dan saya sendiri, tentunya). Lucas sendiripun kalo misalnya bisa protes, udah protes dari dulu dia. Kira-kira, dia akan berkata seperti ini,  "Dari kemaren kalo kalian buat lanjutan cerita, kenapa nasip saya dibuat paling ngenes sendiri? Salah saya? Salah temen-temen saya??" *jambak rambut frustrasi*
?
Oke. Fokus.

Thanks to Grandpa, yang telah mewariskan otak jurnalisnya pada saya. Tanpa beliau, mungkin saya nggak akan bisa nulis blog di sini, buat artikel di koran ini-itu, ikutin lomba essay/cerpen, ataupun belajar bahasa. Jadi,

 Saya siap untuk menulis lagi. *peluk notebook* ^w^

Once Upon A Time,

Taken by Tinus. (From Left to Right: Gita, Ona, Ashley, Icha, Thea, Heru)
Once upon a time, there lived a bunch of students in town. They loved hanging out together in several occasions. No one ever said it out loud, indeed, but they actually loved each other equally. They are best friends, afterall. But then, something changed their lives forever. Apparently, the bonds between them were not strong enough to make one stayed. They let go one by one. There were four people remained. Afraid of losing anymore, each of them promised not to ever change. 

Time goes by. They grew up. They had their own lives. They began to forget the true meaning of friendship they didn't even bother to give a damn. Busy, yes. Promises were forgotten. Well.
One day, they wouldn't even remember a single thing that ever happened between them. No, they wouldn't remember how they laughed together, how they spent new years together, how they prepared those surprise parties to those they once loved, how they mocked each other, how they managed to wear the same shirts, how they would miss each other, how they shouted congrats to those who got their-selves boy/girlfriends, how they sang songs together, how they spent half of their lives together, how they went crazy together, how they even met.
They wouldn't remember. Not even a bit, not even at all.

The end of the story.

XOXO,
Thea.

What's Right Is Not Always Nice, and What's Nice Is Not always Right.

And vice versa.

Menjaga hati, sahabatku, ku curi waktu untuk bertemu.


Menjaga hati sahabatku, ku curi waktu untuk bertemu
Rasakan perih sahabatku, membuang waktu untuk cemburu
Terbersit barang sedetik kita jauh
Hilanglah kita jatuh
Terbersit barang sedetik kita jatuh
Kau tersungkur, tersungkur, dan jauh
Lalu ku tersungkur, tersungkur, dan jauh, dan jatuh

Habiskan hati sahabatku, mencari ragu untuk dibunuh

Menangkap nyali sahabatku, mengisi jantung seakan candu
Petik sakit, percayai, sangka baik, takkan sulit
Beri, trima, senyum, hina, sakit, rasa, tawa sahabat


This song is so poetic I even decided to make it as my favorite. Apparently, this song holds a deep meaning. Friendship, of course, but it was always more than that. In this song, you and your friend were apart. You didn't have time anymore to spend it with them.
'Lalu ku tersungkur, tersungkur, dan jauh, dan jatuh..' 
God, how I wish the old days. We didn't have to be strangers. We were kids, we were wild, we were strong, we were free, we were restless! Look at us, you've changed. I've changed. I know I'm no good. I'm human, I do make mistakes. I'm afraid we can't last long, my friend. The distance between us makes us forget who we were. Who we were again?

We were friends.
Oh, and yes, we are no friends anymore. You've said it before. "One day, we're gonna hate each other, we're gonna be stranger, and when you walk by, you won't even recognize me."

Very well, then.

Sunday, October 30, 2011

Run!

Padang rumput itu luas, dan kau tak akan berhenti berlari. Menyusuri semak-semak berduri, rumput-rumput tajam menusuk, kau tak boleh peduli. Biarlah kau berlari sampai ke ujung dunia hingga kakimu patah!
Menjeritlah, kawan. Suarakan kesedihanmu hingga pita suaramu lepas, hingga rahangmu terasa kelu. Air mata terasa kering.

Kau akan berlari sampai puas hatimu! Sampai hilang keraguanmu! Sampai kembali ia dalam pelukanmu!

Om nom nom nom *drools*

Never expected a door could be this beautiful art before.




Perbedaan Itu Indah

Hitam dan Putih itu hanya beda tipis, lebih tipis dari secarik kertas usang, lebih tipis dari ujung rambut manusia.
Pada faktanya, Hitam dan Putih itu sama. Fenomena-fenomena sosial yang biasa disebut Opini Masyarakat pada akhirnya menciptakan benih-benih perbedaan yang memberikan jarak pemisah kasat mata diantara Hitam dan Putih
Jikalau Hitam dan Putih adalah dua pribadi yang bertolak belakang, maka mereka tak dapat bersatu. Begitu juga dengan Kuning, Biru, Merah, dst. Benarkah?

Namun, bukankah perbedaan itu indah?
Orang-orang cenderung menolak sesuatu yang menjadi fenomena di luar globalisasi pada umumnya, khususnya untuk hal-hal yang tidak dapat dipahami. Menjadi 'berbeda' bukanlah hal yang dapat dikatakan sebuah kesalahan. Sering kali terjadi pada orang-orang dalam golongan minoritas yang menunjukkan perilaku-perilaku yang dapat dikatakan di luar kebiasaan-kebiasaan dan norma masyarakat biasa.  Diskriminasi, jika saya dapat katakan, antara pihak yang jumlahnya lebih banyak (mayoritas) dengan pihak yang jumlahnya lebih sedikit (minoritas). Katakanlah kasus-kasus bullying  terhadap kaum-kaum penyandang cacat, homoseksual, berdarah Tionghoa, maupun orang-orang Kristen.
Acceptance, people.

Semua orang memiliki keunikannya masing-masing, dan keunikan ini tidak boleh menjadi faktor yang menyebabkan perpecahan dan perselisihan diantara umat manusia. Bermacam-macam etnis, ras, suku, agama, gender, orientasi seksual, dan lain-lain. I demand equality. Egalitarianism, or whatever you say. Semua orang hendaknya diperlakukan sama rata dan seimbang di dalam masyarakat sosial.
Differences shouldn't have been a goddamn problem. Perbedaan seharusnya tidak menjadi masalah, apalagi pemicu perselisihan, kerusuhan, dan pembunuhan. Sama halnya dengan warna, manusia adalah manusia. Lahir dari rahim seorang ibu, mati akan pergi meninggalkan raga. Perlakukanlah sesamamu seperti kau ingin diperlakukan, karena semua orang pada dasarnya sama.

Saya harap, peristiwa semacam Kerusuhan Mei pada tahun 1998 tak akan pernah terulang lagi di negeri ini.

XOXO,
Thea.